PEREBUTAN SIPADAN LIGITAN

PEREBUTAN SIPADAN LIGITAN

Wilayah merupakan salah satu untur terpenting bagi suatu negara, Karena wilayah merpakan tempat negara melaksanakan kedaulatannya. Wilayah merupakan ruang dimana orang menjadi warganegara yang bersangkutan hidup dan menjakankan segala aktivitasnya. Wilayah negara suatu ruang tidak saja terdiri atas daratan tanah tetapi juga perairan dan ruang udara. Wilayah daratan dan wilayah ruang udara dimiliki oleh negara pantai. Semisalnya Indonesia dengan Malaysia yang mempermasalahkan sengketa Pulau Sipadan Ligitan. Lepasnya pulau Sipadan Ligitan tersebut ke Malaysia merupakan bagi Indonesia agar alam memepertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebenarnya Indonesia masih bisa membicarakan masalah tersebut dengan Malaysia yang menganggap masalah territorial adalah persoalan politik bukan hanya persoalan hukum. Sumber dari permasalahan lepasnya Pulau  Sipadan  Ligitan adalah kesalahan kebijakan politik pada era Pemerintahan Presiden Soeharto yang mempersoalkan wilayah negara dari segi hukum saja sehingg mencari solusi ke Mahkamah Internasional.
Sebagai bukti yang melibatkan Indonesia yaitu permasalahan sengketa Pulau Sipadan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, yang mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum dan kedua negara, masing-masing negaa ternyata memasuki Pulau Sipadan Ligitan kedalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Pulau Sipadan Ligitan ditnayakan dalam keadaan status quo.[1]  
            Teori Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yng melintas batas-batas negara antarnegara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Dalam permasalahan ssengketa Pulau Sipadan Ligitan maka dihubungkan dengan Hukum Publik Internasional, yaitu hokum Internasional yang mengatur negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan Internasional (hukum antarnegara).[2]
Pulau Sipadan Ligitan ini adalah perebutan antara Indonesia dan Malaysia Karena kedua negara ini sama – sama mengkalim bahwa Indonesia melakukan kerjasama dengan Japex 66’ dan malaysai masukan PETA 70’. Disini saya akan menjelaskan beberapa konflik yang sudah saya pelajari dengan dosen saya yaitu dengan menyelesaikan melalui Dewan Tinggi ASEAN akan tetapi pada saat itu Malaysia menolak, lalu dilakukan lagi dengan ASIAN WAY untuk Pulau Sipaan Ligitan dengan “status quo” lalu Indonesia melakukan yang dinamakan “Fair Play” sedangkan Malaysia “Strategy” pada Oktober 1991 dimaksukkanya PETA dan Pembangunan Resort,turisme,dan juga arena diving.[3]
Persaingan Indonesia dan Malaysia pun berlanjut sampai ke Mahkamah Internasional yaitu, salam Hitsyoty Yuridis (Fifty – fifty) tahun 1930 Inggris membangun mercusuar dan juga penangkapan penyu (win For Malaysia). Tapi pada tahun 1891 merupakan milik Indonesia. Akan tetapi Indonesia mengalami skor kekalahan yang cukup telak yaitu 1:16 yaitu dari pertimbangan utama dari tindakan adnminstratif : peraturan hukum dll, pemeliharaan terus – menerus oleh Malaysia, serta dari segi pelestarian yang di lakukan oleh malaysia


Opini:
Sebaiknya Indonesia dalam menghadapi Malaysia, Indonesia tidak boleh legah sedetikpun atau mundur selangkahpun. Secara substansial, posisi Indonesia sudah cukup kuat. Namun dalam praktik harus tetap pada tingkat kewaspadaan yang tinggi, meningkatkan bahwa fakta sejujurnya Indonesia telah “kecolongan” atas lepasnya pulau Sipadan Ligitan sebagai akibat dari suatu “kelalaian”.
            Penulis mengambil pelajaran dari proses perebutan Sipadan Ligitan, Sebagai negara yang jauh lebih besar di bandingkan dengan Malaysia, Indonesia harus bersikap tegas dan konsisten. Namun dalam persidangan berlangsung, belakangan diketahui bahwa tim perunding Indonesia kurang perisapan dan kurang koordinasi, oleh Karena itu kedepanya Indonesia harus lebih siap lagi. Tentunya tidak hanya substansial, naun juga non-substansial termasuk jiwa patriotism harus dikedepankan. Diplomasi Indonesia tetunya harus sangat di tingkatkan lagi agar bisa menang melawan Malaysia agar bisa mengukir sejarah kebesaran Bangsa Indonesia



[1] Tesis Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan Lepasnya Pulau Sipadan Ligitan dari Indonesia Tahun 2002 dalam Perspekrif Geopilitik Negara Kepulauan, Penyusun: Kurniawan Setyanto
[2] Tesis Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan Lepasnya Pulau Sipadan Ligitan dari Indonesia Tahun 2002 dalam Perspekrif Geopilitik Negara Kepulauan, Penyusun: Kurniawan Setyanto

[3] LB. Moerdani, Menegakan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Pandangan dan Ucapan Jendral TNI (Purn) LB. Moerdani 1988-1991. Jakarta: Yayasan Kejuangan Panglima Besar Jendral Soedirman,1992.



Komentar

Postingan Populer