SEJARAH PERKEMBANGAN DAN TEORI-TEORI GEOPOLITIK

Sejarah, Perkembangan, dan Teori-Teori Geopolitik
Berbicara mengenai istilah geopolitik mungkin orang akanberpikiran mengenai tentang perpaduan antara ilmu geografi yang membahas semua fenomena yang ada dipermukaan bumi dengan ilmu politik yang pastinya membahas tentang politik. Istilah Geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjana ilmu politik Swedia, Rudolph Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Namun tentu saja terdapat perbedaan dari dua istilah tersebut, yaitu terletak pada titik perhatian dan tekanannya. Ilmu bumi politik atau Political Geography mempelajari tentang fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan Geopolitik (Geographical Politic) mempelajari tentang fenomena politik dari aspek geografi.Geopolitik merupakan sebuah kajian yang menjadi pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijakan suatu negara dalam mewujudkan tujuan tertentu. Tujuan tersebut umumnya merupakan tujuan politik. Kajian geopolitik ini mulai dibahas seiring dengan munculnya pemikiran bahwa geografi merupakan suatu hal yang mutlak, yang dapat mempengaruhi kebijakan suatu negara. Sehingga geopolitik juga dipahami sebagai bagian dari kondisi dunia secara keseuluruhan dalam berbagai aspek seperti halnya geografi, politik, dan ekonomi (Flint, 2006). Kajian geopolitik ini sendiri memiliki konsep space, time, people, dan struggle yang mana konsep-konsep tersebut dijadikan sebagai indikator pembeda geopolitik dari masa ke masa (Sulistyo, 2015). Konsep-konsep tersebut tentu memiliki kaitan terhadap geopolitik yang diyakini sudah diterapkan semenjak era imperialisme, dan terus mengalami perkembangan hingga membentuk suatu tatanan dunia baru.Time merupakan waktu atau ciri Geopolitik yang terdapat pada suatu masa tertentu. Space merupakan suatu wilayah atau keadaan yang mendominasi pada suatu masa tertentu. People atau yang berarti orang-orang disini lebih merujuk kepada aktor yang mendominasi. Dan yang terakhir adalah struggle yang dimaksud disini adalah konsekuensi dari kebijakan Geopolitik yang diterapkan.
Dengan adanya konsep-konsep tersebut kami ingin mencoba analisa dalam tulisan ini perkembangan geopolitik dari masa ke masa. Ada tiga era geopolitik, (1.) geopolitik imperialisme, (2.) geopolitik perang dingin dan (3.) geopolitik tatanan baru. Era pertama yaitu geopolitik imperialisme. Pada era imperialisme, yakni pada kisaran tahun 1870 hingga 1945, geopolitik hadir dilatarbelakangi dengan adanya keinginan perluasan wilayah atau ekspansi demi pemenuhan kebutuhan, yang mana ekspansi tersebut membutuhkan penguasaan akan geografi (Mackinder, 1904). Mackinder pun berpendapat bahwa penguasaan geopolitik, yang didasari dengan penguasaan geografi, akan dapat membantu manusia dalam menguasai dunia. Teori Mackinder tentang geopolitik berawal dari  kesadaran Mackinder terhadap habisnya tanah yang ada di bumi. Imperialisme merupakan era pendudukan yang dimulai sekitar abad 16 saat bangsa Eropa mulai melakukan ekspedisi.Ekspedisi pencarian rempah-rempah ini berujung pada pendudukan di negara-negara lain yang kemudian membentuk sebuah imperium, pemerintahan administratif di bawah negara tertentu. Geopolitik Imperialis adalah ilmu pengetahuan yang diciptakan dan digunakan oleh negara-negara Barat (O Tuathail, 1998:1) . Era ini sengaja dibuat oleh para ilmuwan Barat untuk melegalkan ekspansi. Karena pada masa ini belum ada negara dan bangsa, dimana kerajaan-kerajaan masih saling menjajah.Geopolitik hadir dilatarbelakangi dengan adanya keinginan perluasan wilayah atau ekspansi demi pemenuhan kebutuhan, yang mana ekspansi tersebut membutuhkan penguasaan akangeografi (Mackinder, 1904). Ratzel adalah seorang ilmuwan dari Jerman yang menggagas teori organisme negara. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa negara sama halnya dengan makhluk hidup (O Tuathail, 1998 : 4). Makhluk hidup melakukan adaptasi dan tumbuh berkembang. Sebagaimana dengan pertumbuhan tersebut, maka makhluk hidup juga memerlukan ruang untuk dapat bertahan hidup. Demikian halnya dengan negara. Negara terus berkembang karena perkembangan penduduk sehingga negara harus melakukan ekspansi untuk mendapatkan wilayah yang lebih banyak lagi. Mackinder  berpendapat bahwa jika sebuah negara ingin menguasai negara lain, maka negara itu harus mempunyai kekuatan militer yang kuat. Ia juga mengatakan bahwa penguasaan geopolitik yang didasari dengan penguasaan geografi, akan dapat membantu manusia dalam menguasai dunia. Namun selain dengan menguasai wilayah geografi, Alfred Thayer Mahan di tahun 1890-an berasumsi bahwasanya kekuatan besar dapat berasal dari laut (sea power). Mahan dapat berasumsi demikian didasarkan dengan pengalamannya sebagai Kapten Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1660. Disisi lain pun terdapat pendapat dari Saversky yang menyebutkan bahwa jika sebuah negara ingin menguasai negara lain , maka harus mempunyai kekuatan udara, dan inilah yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang mempunyai ketahanan udara yang sangat kuat pada masa ini.
Time pada era Imperialisme ini dimulai sekitar abad 16 hingga berakhirnya Perang Dunia II yang dikuasai oleh Inggris sebagai imperium tersbesar. Pada masa-masa inilah pemikiran-pemikiran maupun implementasi dari Geopolitik banyak ditemui dalam praktik hubungan internasional. People atau aktor dalam era ini adalah negara-negara Barat atau Eropa dan menyisakan dua aktor besar yaitu Amerika Serikat dan Inggris. Berikutnya dalam konteks space, geopolitik imperialis berbicara pada kondisi geografis di dunia saat itu yang dipenuhi dengan imperium-imperium negara-negara Barat, khususnya yang terbesar adalah imperium Inggris. Kemunculan imperium Inggris ini misalnya menunjukkan bahwa separuh dunia lebih dikuasai oleh Inggris. Inggris dalam pembangunan imperiumnya inilah ditemui substansi Geopolitik di dalamnya. Selanjutnya adalah konteks struggle. Konsepsi struggle dalam konteks Geopolitik adalah konsekuensi dari kebijakan geopolitik negara-negara Barat tersebut, misalnya ekspansi wilayah dan sebagainya. 
Selanjutnya yang kedua yaitu era geopolitik perang dingin.Berakhirnya Perang Dunia II menandai dimulainya era baru dalam hubungan internasional. tidak terkecuali dalam bidang Geopolitik. Perang Dunia II dimenangkan oleh Blok Sekutu yang kemudian memunculkan AS dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya dan adikuasa di dunia. Kemunculan dua negara adikuasa dan adidaya baru ini lantas memulai fase baru dalam hubungan internasional, tidak terkecuali dalam geopolitik. Ini memulai persaingan global antara dua negara yang dikenal sebagai Perang Dingin. Perang Dingin menurut Perry (2013, 408) dikatakan sebagai sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Bernard Baruch di tahun 1947. Baruch adalah seorang ahli keuangan saat itu. Perang Dingin merujuk pada kondisi peningkatan intensitas ketegangan antara dua kekuatan dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS). Perang di antara keduanya tidak sampai jatuh pada konfrontasi langsung di medan perang, melainkan hanya perang ideologi yang berarti sifatnya intangible. Konteks time atau waktu dalam geopolitik Perang Dingin adalah ideological time (Sulistyo, 2015). Artinya geopolitik ini mengambil era saat permasalahan soal ideology tengah berkembang. Setidaknya tahun 1945 hingga 1989 dapat menjadi pegangan untuk konteks terjadinya Perang Dingin. Di tahun-tahun ini isu soal ideology berkembang luas. Selanjutnya konteks people, Perang Dingin ini melibatkan dua aktor utama AS dan Uni Soviet. Geopolitik Perang Dingin menurut O Tuathail (1998 : 1) sebagai persaingan global antara AS dan Uni Soviet untuk pengaruh dan kontrol terhadap negara lain dan sumber daya strategis di dunia. O Tuathail (1998) kemudian menambahkan pula bahwa dalam geopolitik Perang Dingin, dunia berada dalam peta hitam dan putih. Pada masa itu, dunia hanya memiliki dua pilihan yaitu bergabung dengan AS atau Uni Soviet. Konteks space dalam geopolitik Perang Dingin dapat dibedakan menjadi dua jenis, tangible dan intangibleSecara tangible geopolitk Perang Dingin membagi kondisi geografi dunia menjadi dua polar atau bipolar (Sulistyo, 2015).Kondisi ini terjadi karena hanya AS dan Uni Soviet yang muncul sebagai aktor utama pada masa itu. Dua negara ini yang menjadi pusat dunia yang masing-masing berusaha untuk menarik negara lain sebagai aliansi mereka. Berikutnya secara intangible, dunia terbagi menjadi dua secara ideologis.Ideologi yang berkembang di era tersebut adalah AS dengan Liberalisme dan Kapitalisme sementara Uni Soviet dengan Sosialisme dan Komunisme (Sulistyo, 2015). Struggle dalam konteks ini muncul sebagai konsekuensi dari konteks-konteks lainnya (Sulistyo, 2015). Ada beberapa aksi yang diambil oleh kedua negara ini di masa Perang Dingin. Seperti AS yang menggagas containment policy, Marshall’s Plan, kemudian Uni Soviet membuat tandingannya dan sebagainya. Dari sini dapat dipahami kemudian bahwa pola geopolitik  Perang Dingin adalah perluasan pengaruh dan ideologi kedua negara secara non-fisik. Perluasan pengaruh yang sifatnya non-fisik ini yang membedakan dengan polag geopolitik imperialisme yang identik dengan ekspansi secara fisik. Di dalam mengeksekusi geopolitiknya, masing-masing telah memiliki geostrategi. Yang pertama adalah dari pihak AS. Yaitu dengan memberi bantuan kemanusiaan dan pembagunan yang dikenal sebagai Marshall’s Plan (cvce.eu, 2014). Bantuan ini diberikan AS pada negara-negara yang tengah mengalami krisis. Tujuannya adalah untuk mencegah masuknya pengaruh Komunisme di negara-negara tersebut. Sebagai konsekuensinya, seringkali AS meminta negara-negara yang menerima bantuan tersebut untuk mengubah sistem pemerintahannya menjadi lebih liberal. Selanjutnya adalah Uni Soviet. Geostrategi Uni Soviet yaitu dengan membentuk Cominform dan Comintern (cvce.eu, 2014).Comintern dan Cominform adalah dua agensi Uni Soviet yang memiliki misi sama yaitu sebagai wadah penyebaran Komunisme di dunia. Ini dilakukan Uni Soviet untuk terus mengembangkan dan menyebarkan ideologi Komunisme di berbagai negara. Dengan begitu, Komunisme akan lebih cepat dan mudah terserap di negara-negara lain. Berakhirnya Perang Dingin ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur, juga membawa Amerika Serikat sebagai pemenang dari “kompetisi” ini, yang kemudian membawa perubahan kepada tatanan dunia. Satu yang perlu disoroti dari kondisi ini adalah, tatanan dunia yang baru menjadikan kesenjangan yang cukup jauh antara negara maju dan negara berkembang oleh karena pengaruh globalisasi (Slatter, 2004).
Selanjutnya yaitu era terakhir geopolitik tatanan dunia baru.Keruntuhan Uni Soviet menandai dimulainya era baru dalam berbagai sektor kehidupan seperti ekonomi, politik, dan termasuk hubungan internasional. Kejatuhan Uni Soviet menyebabkan perpecahan dalam internal negara ini dan kemudian memunculkan negara-negara merdeka baru.Keruntuhan Uni Soviet yang menandai berakhirnya Perang Dingin ini lantas menggeser dunia dari bipolar menjadi unipolar dan kemudian multipolar. Di era tatanan dunia baru ini juga melahirkan kekuatan-kekuatan baru sekaligus perlahan menurunkan kekuatan yang telah lama mapan. Keruntuhan Uni Soviet yang menandai berakhirnya Perang Dingin memunculkan AS sebagai “pemenang” dalam perang ini (Cox, 2001 : 122). AS lantas menjadi kekuatan unipolar di dunia. . Sebelumnya di era Perang Dingin, dunia terbagi menjadi dua kutub, yaitu AS dan Uni Soviet. Tetapi seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Mikhail Gorbachev presiden Uni Soviet saat itu yaitu glasnost, perestroika, dan democratia, Uni Soviet kemudian mengalami kejatuhan. Ini yang disebut sebagai fall of supremacy atau kejatuhan supremasi kekuatan adidaya disaat itu. Kemunculan AS sebagai unipolar ini yang kemudian disebut sebagai the Rise of supremacy. Rise and fall supremacy ini telah lama ada dan dalam sejarahnya akan selalu memunculkan kekuatan baru dan menurunkan kekuatan yang telah lamaUnipolaritas AS bertahan setidaknya mulai berakhirnya Perang Dingin di tahun 1990 hingga setidaknya memasuki tahun 2001.Unipolaritas AS muncul sebagai akibat kekuatan AS baik di sektor militer maupun ekonomi yang menguasai di berbagai organisasi maupun negara-negara lain. Namun demikian, unipolaritas AS ini kemudian memunculkan tantangan dari negara-negara lain utamanya adalah negara-negara yang kekuatannya potensial seperti Jepang, Jerman, Brasil, India, Tiongkok, dan sebagainya. Kemunculan negara-negara kekuatan baru ini disebabkan oleh kekuatan di sektor ekonomi yang meningkat dan menyaingi AS. Misalnya Jerman yang memiliki mata uang stabil sementara industri Jepang dan Tiongkok tengah menguat (Sulistyo, 2015). Bahkan AS pun mengalami defisit akibat dari industri Jepang yang tengah meningkt (Gilpin, 2003 :299). Ini lantas membagi negara-negara ke dalam kutub-kutub yang dikenal sebagai multipolar. Kutub-kutub ini diisi oleh negara-negara kuat yang baru tersebut bersama klien-kliennya.Sehingga dari yang awalnya bipolar kemudian berubah akhirnya menjadi multipolar. Kondisi multipolar ini memang menguntungkan akan tetapi, AS masih bertanggungjawab terhadap kestabilan dunia. Negara-negara maju baru ini yang juga termasuk ke dalam golongan negara core masih enggan untuk menyatakan diri sebagai hegemon dan bertanggungjawab menggantikan posisi AS (Hennida, 2015).
Setidaknya geopolitik dalam tatanan dunia baru ini dapat diidentifikasi ke dalam 4 konteks pemahaman yaitu time, space, people, dan struggle. Dalam konteks time, ini merujuk pada era sesudah Perang Dingin atau tepatnya era globalisasi. Kedua dalam konteks space, dari yang pada mulanya bipolar kemudian berubah menjadi multipolar, terlihat dari kemunculan negara-negara kekuatan baru. Berikutnya dari konteks people, ini memunculkan negara-negara core dan periphery sebagai akibat dari adanya ketimpangan sosial dan ekonomi (Agnew, 2001 :137). Terakhir adalah konteks struggle yang berarti geopolitik ini mmeunculka cara-cara atau geostrategic untuk dapat bertahan, seperti dengan mengadopsi prinsip sistem Kapitalisme yaitu membuka pasar bebas dan sebagainya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer